Cingkrik

Konon, banyak Orang Rawa Belong yang berguru ke Pedepokan (tempat menimba ilmu) di Kulon (barat) untuk belajar ilmu agama dan ilmu bela diri.

Salah satunya adalah Maing (1817), yang belum tuntas berguru, namun memutuskan untuk pulang kampung. Dalam perjalanannya, seekor kera milik Saereh (tetangganya) secara tiba-tiba merebut tongkat yang dibawanya. Ketika menarik kembali tongkatnya, si kera pun berbalik menarik tongkat tersebut, dengan melakukan beberapa gerakan bertahan dan menyerang secara sigap dan lincah.

Karena merasa sangat terkesan, hampir setiap hari ia mendatangi si kera untuk mempelajari dan menganalisa gerakannya yang lincah. Terinspirasi oleh perpaduan gerak kaki dan tangan dalam bertahan saat menyerang dan menyerang saat bertahan, ia pun terus mengembangkannya hingga terciptalah jurus Maen Pukulan yang khas.

Selanjutnya, ia pergi menuju ke Pedepokan di Kulon untuk menjajal kehebatan jurus tersebut. Seluruh teman seperguruannya berhasil dikalahkan, termasuk pula Sang Guru. Akhirnya, seisi Pedepokan mengakui kehebatannya.

Ia pun kembali ke kampungnya untuk menyebarkan jurus hebatnya tersebut, hingga terkenal dengan sebutan Maen Pukulan Cingkrik.

Adanya pengaruh bahasa Orang Cina (Bahasa Mandarin) dalam Dialek Betawi, yang melafalkan konsonan J menjadi menyerupai huruf C dan konsonan G menjadi menyerupai huruf K, membuat penamaan Cingkrik tersebut diyakini berasal dari kata jingkrig (bentuk tulisannya) atau [cing·krik] (cara melafalkannya) yang terdapat pada sebuah frasa dalam Dialek Betawi, yaitu: Jingkrag-jingkrig (bentuk berulang-cara menuliskannya) atau [cing·krak-cing·krik] (bentuk berulang-cara melafalkannya) yang berarti melompat-lompat dengan lincah.

Pada generasi ke-2 (dua), Maen Pukulan Cingkrik telah diajarkan oleh Maing (1817) kepada beberapa orang Muridnya, yang terkenal diantaranya bernama: Ali, Saari dan Ajid, dengan penyebaran di kampung Rawa Belong.

Pada generasi ke-3 (tiga), Maen Pukulan Cingkrik telah diajarkan oleh:
# Saari kepada seorang Muridnya, yang terkenal bernama Wahab (dengan penyebaran di kampung Rawa Belong).
# Ajid kepada beberapa orang Muridnya, yang terkenal diantaranya bernama: Ayat dan Uming (dengan penyebaran di kampung Rawa Belong, Tanah Abang, Kemandoran, Kebon Jeruk, Kelapa Dua dan sekitarnya).
# Ali kepada beberapa orang Muridnya, yang terkenal diantaranya bernama: Ainin bin Urim atau Goning (1895-1975) (dengan penyebaran di kampung Kemanggisan dan sekitarnya), Legod (dengan penyebaran di kampung Muara Angke, Pesing dan sekitarnya) dan Sinan (dengan penyebaran di kampung Kebon Jeruk dan sekitarnya).

Pada generasi ke-4 (empat), Maen Pukulan Cingkrik telah diajarkan oleh:
# Wahab kepada beberapa orang Muridnya, yang terkenal diantaranya bernama Nur (anaknya).
# Ayat kepada beberapa orang Muridnya, yang terkenal diantaranya bernama: Acik (Munasik bin Hamim) dan Majid.
# Uming kepada beberapa orang Muridnya, yang terkenal diantaranya bernama: Akib, Hasan Kumis, Nunung dan Umar.
# Ainin bin Urim atau Goning (1895-1975) kepada beberapa orang Muridnya, yang terkenal diantaranya bernama: Hamdan dan Usup Utay bin Tohir (1927-1993).
# Sinan kepada beberapa orang Muridnya, yang terkenal diantaranya bernama: Entong dan Melik.

Pada generasi ke-5 (lima), Maen Pukulan Cingkrik mulai diajarkan secara berbeda dan lebih terorganisir, yaitu melalui pembentukan sebuah Perguruan Silat Cingkrik oleh beberapa orang Murid dari generasi ke-4 (empat), diantaranya:
# Acik (Munasik bin Hamim) dengan mendirikan Perguruan Silat Cingkrik Gerak Cipta di kampung Rawa Belong, Rawamangun, Mampang, Bekasi, Tangerang dan Bogor, dengan beberapa orang Muridnya, yang terkenal diantaranya bernama: Amri bin H. Abbas.
# Hasan Kumis dan Nunung dengan mendirikan Perguruan Silat Cingkrik Tumbal Pitung Jatayu di kampung Rawa Belong dan sekitarnya, dengan beberapa orang Muridnya, yang terkenal diantaranya bernama: Sapri dan Warno (Suwarno Ayub).
# Usup Utay bin Tohir (1927-1993) dengan mendirikan Perguruan Silat Cingkrik Rempoa di kampung Rempoa, Ciputat sejak tahun 1980-an dan diresmikannya pada tahun 1986. Kong Usup menghembuskan nafasnya yang terakhir dan dikebumikan di Makam Wakaf Rempoa pada tahun 1993, dengan mewarisi ilmu kepada beberapa orang Muridnya, yang terkenal diantaranya bernama: Awang, Didin, Tb. Bambang (menantu), Yanto dan Yudi Bone.

Pada generasi ke-6 (enam), Maen Pukulan Cingkrik kini diajarkan oleh beberapa Perguruan Silat Cingkrik yang tersebar di berbagai penjuru wilayah JaBoDeTaBek.

Gerakan-gerakan dalam Maen Pukulan Cingkrik semula hanya terdapat 5 (lima) jurus saja, yaitu:
1. Langkah 1 (Satu)
2. Langkah 2 (Dua)
3. Langkah 3 (Tiga)
4. Langkah 4 (Empat)
5. Langkah 5 (Lima)
lalu berkembang menjadi 8 (delapan) jurus, hingga pada akhirnya ditetapkan sejumlah 12 (dua belas) jurus utama, yaitu:
01. Keset Bacok
02. Keset Gedor
03. Cingkrik
04. Langkah 3 (Tiga)
05. Langkah 4 (Empat)
06. Buka Satu
07. Saup
08. Macan
09. Tiktuk
10. Singa
11. Lok Be
12. Longok

Untuk keperluan atraksi panggung Pencak Silat Seni Bela Diri, Maen Pukulan Cingkrik juga memiliki jurus dengan nama Bongbang, yang merupakan jurus gabungan dari 12 (dua belas) jurus utama tersebut.

Selain jurus-jurus tersebut, Maen Pukulan Cingkrik juga memiliki beberapa gerakan yang diberi nama Sambut, yaitu:
1. Sambut 7 Muka
2. Sambut Gulung
3. Sambut Detik/Habis

Ada beragam bentuk, nama, jumlah dan urutan gerakan, yang diajarkan oleh masing-masing Tokoh Cingkrik tersebut. Namun tidak menyebabkan perpecahan, tetapi justru semakin menambah kekayaan gerakan dan menjadi ciri khas Maen Pukulan Cingkrik itu sendiri.

Semoga eksistensi Maen Pukulan Cingkrik dapat terus terjaga hingga akhir zaman, Aamiin.

Referensi: Diolah dari berbagai sumber.
KlikAlam.Com 😉 kindness for all

Leave a comment